foto : Ilustrasi Usaha Kos-kosan (Dok.Google)
Ketua RW 018 di Perumahan Harapan Indah Cluster Aralia, Tarumajaya, Kab. Bekasi, terindikasi ada oknum yang berupaya mempersulit warga untuk ijin usaha kos-kosan.
Diketahui, Bambang Hartono yang akan bangun gedung guna kos-kosan dipersulit padahal memenuhi seluruh persyaratan, bahkan untuk syarat hukum.
Mirisnya, Ketua RW juga memasang spanduk bernada intimidatif yang diklaim bahkan mencederai keadilan warga.
Bahkan, sebagian warga RW 018 juga memprotes kenaikan biaya Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang dianggap tidak transparan dan tidak sesuai dengan musyawarah mufakat serta disinyalir adanya dugaan penyalahgunaan dana IPL untuk kepentingan pribadi.
Sementara, Bambang Hartono pemilik usaha kos-kosan, mengungkapkan bahwa sejak pengajuan izin pada Juni 2024 sang Ketua RW 018 terus mencoba menghalangi proses perizinan meskipun Hartono telah mengantongi dokumen resmi seperti izin OSS dan persetujuan pemerintah lain nya.
“Saya sudah ikuti prosedur hukum, tetapi tetap ditolak dengan alasan yang tidak masuk akal,” ujar Bambang, (20/11)
Aneh nya, Ketua RW juga memasang spanduk bertuliskan “Aralia Tidak Ada Kos-Kosan” di gerbang perumahan, lengkap dengan logo Polri, TNI, dan pemerintah daerah.
“Ini jelas intimidasi. Penggunaan logo-logo instansi negara tanpa dasar dan ini bentuk tekanan yang melanggar hukum,” tambah Bambang.
Bambang mengungkapkan bahwa tamu kosnya pernah diusir oleh pihak keamanan atas perintah Ketua RW.
Merasa tidak mendapat keadilan, ia melaporkan kasus ini ke Polsek Tarumajaya pada Oktober 2024 dengan nomor laporan STTL/1/X/2024/Sek.Tj. Saat ini, kasus tersebut tengah dalam penyelidikan.
Berikut LP-nya:
Kenaikan IPL dan Dugaan Penyalahgunaan Dana RW 018
Selain isu kos-kosan, keresahan juga muncul terkait keputusan sepihak Pengurus RW 018 menaikkan biaya IPL dari Rp250.000 menjadi Rp350.000. Keputusan ini diambil melalui voting antara Pengurus RW dan Ketua RT tanpa melalui musyawarah dengan warga sebagaimana mestinya.
Permintaan transparansi penggunaan dana IPL pun menjadi sorotan. Setelah laporan keuangan periode Januari–Agustus 2024 dipublikasikan, ditemukan sejumlah pengeluaran yang dianggap tidak sesuai, seperti:
Membuka unit usaha (carwash, air minum isi ulang, usaha las). Membeli 1 unit mobil.
Membayar biaya notaris untuk pendirian yayasan tanpa persetujuan warga.
“Kami tidak menolak kenaikan IPL, tetapi keuangan harus transparan. Penggunaan dana yang tidak jelas seperti ini tidak dapat dibenarkan,” ujar salah satu warga.
Harapan Warga untuk Penyelesaian Adil
Warga RW 018 berharap Kepala Desa Pusaka Rakyat dapat memediasi penyelesaian masalah ini. Selain itu, mereka meminta agar dugaan penyalahgunaan dana IPL diusut tuntas oleh pihak berwenang.
“Kami ingin lingkungan kami tetap kondusif dan penuh keadilan. Jangan sampai ada tindakan intimidasi dan arogansi yang terus terjadi,” pungkas Bambang Hartono mewakili keresahan, bahkan warga membuat laporannya/ ditembuskan ke – Camat Tarumajaya, Bupati Kabupaten Bekasi, Kapolres Metro Bekasi, Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Presiden Republik Indonesia. (OPON)